Sabtu, 13 Desember 2014

TIGA KALI MELAHIRKAN DITANGANI ANGGOTA PASPAMPRES



Setiap kelahiran anak selalu punya cerita, begitu pula denganku. Yang teristimewa adalah kelahiran anak keempat sampai keenam karena ditolong abinya yang anggota Paspampres.
Saat merasakan kontraksi anak keempatku, waktu menunjukkan jam tujuh malam. Saat shalat Isya aku sudah mulai merasakan mulas. Namun karena suamiku baru saja turun dinas, maka aku tak memberitahukannya. Sampai saat kontraksi sudah semakin menjadi dan sudah  tiga menit sekali, suamiku terbangun sendiri demi mendenger nafasku yang tersengal menahan sakit. Beliau langsung bangun dan siap-siap mengantarkanku ke bidan. Namun aku sudah tak tahan lagi, dan nekat mengejan. Suamiku yang kaget berusaha tenang menerima bayi saat aku mengejan kedua kalinya. Bayiku langsung menangis kencang di dekapan ayahnya. Sadar apa yang harus dilakukannya, suamiku memberikan bayi kami padaku.
“Inisiasi menyusui dini dulu, ya, aku mau masak air,” ujarnya. Dalam kondisi belum diapa-apakan, kudekap  bayiku, kuselimuti lalu kucoba memberi asi walaupun belum keluar airnya. Beberapa saat kemudian suamiku datang lagi dengan membawa teh manis hangat, baskom kosong, baskom berisi air hangat, sabun bayi, dan kotak P3K. Aku masih memberikan IMD saat suamiku berusaha memancing ari-ari agar segera keluar dari rahimku. Alhamdulillah tidak butuh waktu lama saat aku merasa mules lagi sampai ari-arinya keluar. Rupanya baskom kosong itu dipakainya untuk wadah ari-ari. Setelah itu dia meminta bayinya untuk dimandikan. Aku tidak begitu memperhatikan apa saja yang dikerjakannya, yang pasti adek bayi sudah diserahkannya lagi padaku dalam kondisi bersih, wangi dan rapi dengan balutan bedong.
“Ari-arinya dipotong siapa?” Tanyaku heran.
“Ya dipotong abinyalah,” sahutnya tenang. Aku takjub. 
Suamiku lalu membereskan semuanya malam itu juga, bahkan menguburkan ari-ari sekalian. Selesai beres-beres jam setengah empat pagi, lanjut dengan qiyamul-lail. Setelah Subuh beliau menggendongku ke kamar mandi, air hangat sudah disiapkannya.
Kelahiran anak kelima beda lagi ceritanya. Aku sudah merasa kontraksi sejak seminggu sebelumnya, anehnya setiap sudah jam 12 malam, tiba-tiba kontraksinya langsung raib berganti rasa kantuk, padahal selama seminggu itu pula suamiku sengaja mengambiul cuti tahunan demi mantengin istrinya karena tidak mau kecolongan lagi seperti saat anak keempat.
Sore itu menjelang Maghrib tiba-tiba saja hujan turun deras. Aku sudah seminggu lewat hpl, dan sore itu aku sudah tak sanggup lagi saat mau siap-siap salat Maghrib. Suamiku ingin membawaku ke bidan, namun hujan tak juga reda. Saat adzan Maghrib berkumandang, rasanya aku sudah ingin mengejan, namun suamiku mengelus perutku sambil bilang,” sabar ya, jangan keluar dulu, tunggu Abi selesai salat dulu, ya?” Benar saja, setelah suamiku menuntaskan doa setelah salat, kembali rasa ingin mengejan menyerangku. Debaypun lahir setelah abinya siap menyambutnya.  
Masih dua minggu dari hpl saat kehamilan anak keenamku, namun malam itu aku sudah mulai merasa mulas setelah shalat Isya. Kupantau rasa mulasku yang jaraknya mulai mendekat.
“Mudah-mudahan bisa lahiran pas hari Pahlawan, ya, mas?" Candaku pada suami.
"Hari Pahlawankan besok?" Sahut suamiku.
Aku masih belum juga berani bilang, apalagi melihat kelelahan di wajah suamiku dan besoknya beliau harus berangkat jam empat pagi untuk upacara. Pikirku, iya kalau aku beneran mau melahirkan, kalau nggak kan kasihan suamiku.
Saat itu tanggal 9 November 2014, pukul sebelas malam kontraksi sudah lima menit sekali. Kulirik suamiku yang terlelap. Lagi-lagi aku ragu hendak membangunkannya. Sampai sekitar jam setengah duabelasan, suamiku terbangun dan mendekatiku.
"Kenapa belum tidur? Apa yang dirasakan?" Tanyanya. Aku hanya menggeleng, aku sudah tidak sanggup lagi bicara.
"Kenapa, Dek? Mules, ya? Udah kerasa mau lahiran?" Tanyanya lagi. Lagi-lagi aku hanya menggeleng.
"Aku mau buang air," jawabku menahan sakit, baru tiga langkah menuju kamar mandi, aku sudah tidak sanggup.
"Ayo kita ke bidan," suamiku memapahku kembali ke tempat tidur. Aku menggeleng.
"Kugendong, ya? Atau bidannya kupanggil ke sini," ujarnya lagi. Aku menggeleng karena memang sudah tak kuat menahan sakit. Suamiku yang penasaran memeriksa perut dan bagian bawahnya,"tuhkan sudah berdarah, sudah keluar darah, kamu sudah akan lahiran, ayo kita ke bidan!” Ujarnya panik. Aku tak sanggup menjawab, malah tiba-tiba saja ada keinginan kuat untuk mengejan, kontraksi yang kurasakan sudah tak terbendung lagi.
Akhirnya, setelah dua kali mengejan suara tangisan bayi terdengar keras sekali. Kami sama-sama tak menyangka kalau lagi-lagi harus menghadapi kelahiran di rumah tanpa ada orang medis.


Tulisan ini diikutsertakan dalam GA Hamil dan Melahirkan ala Bunda Salfa 


 
Bottom of Form


Sabtu, 05 Juli 2014

Keistimewaan Bulan Ramadlan

Bulan Ramadlan adalah bulan yang mempunyai kesucian dan keistimewaan yang banyak. Di antara keistimewaan-keistimewaan bulan Ramadlan adalah :
1. Bulan yang terpilih untuk melakukan ibadah puasa sebagai tanda syukur kepada Allah swt atas segala nikmat-nikmat-Nya.
2. Bulan yang telah dipilih oleh Allah swt yang di dalamnya ada suatu malam yang sangat tinggi nilainya, yaitu 'Malam Lailatul Qadar'.
3. Bulan yang dipilih untuk salat Tarawih pada malam harinya. Salat Tarawih adalah salat sunat yang hanya ada pada bulan Ramadlan saja. Setiap malam selama bulan Ramadlan disunatkan mengerjakan salat Tarawih secara berjamaah.
4. Bulan yang dipilih untuk kita memperbanyak amal ibadah seperti membaca Al-Quran, sedekah, salat sunat dan sebagainya.
5. Bulan terjadinya kemenangan di pihak Rasulullah untuk menguasai kota Mekkah. Di saat itu berakhirlah penyembahan berhala di sisi Ka'bah dan Mekkah menjadi suci kembali seperti yang Allah kehendaki.
Dipelihara dari dosa.
8. Dibuka pintu surga, ditutup pintu neraka. Setan dibelenggu.
9. Mendapat perhatian,keutamaan dan balasan dari Allah.
10. Sejarah terjadinya perang Badar Al-Kubra. Kemenangan pihak Islam menjadi penentu kegemilangan Islam.
11. Sejarah terjadinya penaklukan kota Mekkah oleh Rasulullah dan berakhirnya agama berhala.
12. Para setan dirantai dan dibelenggu, semoga dengan demikian maksiat akan berkurang.
Jelas sekali bahwa banyak keistimewaan dan kebaikan di bulan Ramadlan. Jadi tidak heran jika para sahabat dan solafussoleh begitu merindukan saat-saat di bulan Ramadlan.

Puasa untuk Melahirkan Rasa Kehambaan

Jika kita memasuki bulan Ramadlan, berarti kita memasuki bulan yang paling mulia, hati kita akan merasakan bahwa bulan ini berbeda daripada bulan yang lainnya. Seharusnya tiga atau empat hari sebelum datang bulan Ramadlan ini hati sudah merasa bimbang, cemas dan takut. Apakah kita sudah siap menghadapinya? Itu baru di awal Ramadlan, belum memasukinya.
Perasaan itu kalau dihayati dapat mendidik hati kita dalam menjalankan ibadah puasa. Sebab itulah ketika membaca Al-Quran yang penting adalah kita paham makna Al-Quran, bukan saja membacanya semata-mata hanya untuk khatam Quran. Yang penting ketika membaca Al-Quran kita merasa bersama Allah, kita merasa adanya ingatan dari Allah, ada kabar gembira, ada kabar menakutkan, ada cerita orang-orang soleh dan sebagainya.
Apa yang kita harapkan dari keseluruhan amalan selama bulan Ramadlan adalah untuk mendidik hati. Kalau di bulan Ramadlan tidak dapat mengubah sikap dan peribadi seseorang, apakah kita dapat menjamin bahwa di bulan-bulan yang lain kita dapat memperbaiki diri? Selama bulan Ramadlan dengan rahmat dan kasih sayang Allah, banyak dosa-dosa yang diampunkan.
Kalau puasa hanya sebatas tidak makan dan tidak minum, maka tidak dapat menghilangkan mazmumah. Untuk menjaga hati supaya tidak terputus dengan Allah yang penting segala-galanya haruslah berdasarkan tauhid dan rasa bertuhan.
Jika rasa bertuhan kuat, maka akan membuahkan rasa kehambaan. Orang yang sudah berasaskan rasa bertuhan yang kuat, jika memasuki bulan Ramadlan akan mudah menghayatinya. Puasa adalah untuk melahirkan rasa kehambaan. Kalau puasa tidak dapat melahirkan rasa kehambaan sama seperti pohon yang tidak berbuah. Maka apa artinya puasa jika tidak membuahkan hasil?