Senin, 14 Mei 2018

Ramadlan yang Dinanti, Ramadlan yang Dihayati


"Ibu, jangan sedih lagi," suara mungil itu mengagetkanku. Bayi itu bisa bicara!
"Ibu, sedihkan saja rasa-rasa yang ada di hati Ibu pada Allah, Ramadlan sudah hampir tiba, bagaimana kalau Ramadlan tahun ini jadi Ramadlan terakhir buatmu, Bu?" Tutur bayi berbedong biru langit itu. Aku masih tak percaya dia sudah mengeluarkan kata-kata.
"Ibu, pandanglah aku, lihatlah mataku, adakah terasa kehebatan Tuhan di sana?" Ujarnya lagi. Aku merangsek mendekatinya. Kuraih bayi itu dalam pelukanku. Air mataku menderas, kerinduan itu seakan menemukan destinasinya.
"Ibu kangen banget sama kamu, Nak," bisikku menatapnya.
"Apakah kerinduan Ibu padaku lebih besar daripada kepada Pencipta Ibu Yang Maha Baik itu?" Pertanyaan itu begitu menohok perasaanku.
"Ibu, ujianmu sudah begitu berat, sayang kalau tidak ada hasil," ujarnya lagi. Ya Tuhan, mengapa bayi ini begitu pintar? Dia berbicara seolah sedang menasehatiku, nasehat yang sungguh menampar.
"Ibu, aku pamit, nanti aku akan berkunjung lagi," suara mungil itu begitu terdengar jelas.
"Jangan pergi lagi, Nak, Ibu masih kangen,"ujarku. Tapi tidak, seseorang berjubah putih telah lebih dulu mengambilnya dari pangkuanku, aku menyesal, seharusnya aku memperketat pelukan supaya dia tidak bisa mengambil lagi bayiku.
"Jangan pergi lagi, Nak, jangan!" Teriakku. Terlambat, dia sudah pergi secepat kilat. Aku tergugu, menangis lagi dan ruang hatiku seperti ada yang hilang, tercerabut paksa akarnya hingga terasa sakit.
"Istighfar, Bu, istighfar," tubuhku digoncang-goncang, aku terbangun dengan pipi basah.
"Aku kenapa?" Tanyaku.
"Teriak-teriak gak jelas, pasti mimpi buruk, lupa berdoa, ya?" Tuduh suamiku. Aku menggeleng, aku bukan mimpi buruk.
"Aku ketemu Dehya, Yah," sahutku, mencoba berbaring kembali karena waktu masih menunjukkan tengah malam.
"Dia banyak menasehatiku, Yah, tentang rasa bertuhan yang belum kupunya, dia menyuruhku baiki diri, apalagi sebentar lagi Ramadlan, dia nanya, bagaimana kalau tahun ini jadi Ramadlan terakhirku?" Sampai di sini aku tercekat, perasaan campur aduk antara kerinduanku padanya dan kebenaran kata-katanya.
Segera kuraih gawaiku, kubuka galeri foto dan menatapi foto-foto lucu Dehya saat masih bersama kami. Dan luka itu seolah semakin menganga kala tiba pada foto tubuhnya yang sudah selesai dikafani, air mataku jatuh lagi. Sudah 2 tahun tapi seolah aku belum ikhlas, aku belum menerima keputusan Tuhan untuk mengambilnya kembali.
                                                       ***

"Orang yang secara lahir kelihatan amalannya banyak tapi hati tidak rasa takut dengan Allah itu lebih berat kesalahannya daripada orang yang mencuri. Kalau kita mencuri terasa berdosa karena kesalahan itu dapat dinilai secara lahir. Tapi kesalahan orang yang beribadah karena fadhilat itu tidak terasa, sangat halus dan berbahaya," tutur ustad Adib begitu menohokku. Hampir mirip dengan kata-kata bayiku semalam.
Ibadah yang tidak dihayati sia-sia
Ibadah sebanyak apapun tidak ada nilai di sisi Allah
Kalau mazmumah masih bersarang di hati
Sedikit ibadah tidak mengapa asalkan yang fardlu tidak ditinggalkan dan mazmumah dapat disembuhkan
Mazmumah itulah yang memudharatkan diri karena nafsu yang belum terdidik
Nafsu yang belum terdidik, mazmumahlah yang menguasai diri seseorang
Apalah artinya ibadah kalau mazmumah masih bersarang dalam diri dan merusak orang lain?
Ibadah banyak tapi masih pemarah, hasad, dendam, tamak, sombong, riyak, ujub, cinta dunia, dan lain-lain?
Tujuan ibadah adalah untuk mengobati penyakit batin yang memusnahkan
Ibadah yang dihayati bisa mendidik nafsu yang liar yang menjadi bala bencana pada dunia
Kutulis dengan seksama ceramah ustad Adib karena aku tahu diri, sering pelupa. Tiba-tiba seorang ibu di sebelah menyenggol lenganku.
"Kalau lagi ada ceramah didengerin, Bu," ujarnya setengah berbisik. Aku merasa kesal lalu kutunjukkan apa yang kutulis, ibu itu nyengir tapi aku istighfar, ngapain aku kesal? Berarti aku memang masih pemarahkan? Ya Tuhan sedihnya.
Setelah ceramah usai dan ustad Adib pamit, bu Wiwid menghampiriku dengan senyum ramahnya.
"Alhamdulillah sudah bisa aktifitas ngaji lagi, ya, Bu, jangan berlarut-larut, Bu, masih banyak yang harus kita perjuangkan, apalagi sebentar lagi Ramadlan, masih harus banyak baiki diri," paparnya. Lalu kami ngobrol tentang banyak hal, maklum selama hampir 2 tahun aku tak pernah menyambangi siapapun di komplek ini, apalagi kegiatan arisan dan pengajian. Sesungguhnya aku menghindari pertanyaan orang-orang tentang kematian anakku.
Obrolanku dengan bu Wiwid macam-macam, dari penghuni komplek baru sampai hal-hal yang terdengar lucu hingga mau tak mau membuatku tertawa. Tiba-tiba ada seorang ibu yang terasa asing di mataku, mungkin dia salah satu penghuni baru yang tadi diceritakan.
"Oh, ini yang namanya bu Vivi? Yang anaknya meninggal itu?" Tanyanya, aku mengangguk meskipun sakit mendengarnya.
"Aneh, ya, anaknya meninggal tapi masih bisa ketawa-ketawa," ujarnya begitu saja. Aku terkejut, begitu juga bu Wiwid, kami berpandangan namun ibu itu melengos sambil menunjukkan wajah tidak simpati. Ya Tuhan, sakit sekali rasanya, ya Tuhan ternyata hatiku memang masih banyak boroknya, masih harus disembuhkan penyakitnya. Rasanya perih hingga air mata tiba-tiba mengambang di pelupuk mataku.
"Sabar, ya, Bu," hibur bu Wiwid.
"Justru saya harus terima kasih sama ibu tadi, saya jadi tahu saya memang belum menghayati ibadah, hingga masih sakit hati kalau dikatain orang, kalau hati sudah bersih, sudah lurus, gak akan kerasa apa-apa, persis kayak ceramah tadi, iyakan, Bu?" Ujarku. Persis pula seperti untaian kata anakku dalam mimpi.
Bagaimana kalau Ramadlan ini jadi yang terakhir bagiku? Ya Allah, bersihkanlah hatiku hingga aku bisa mempertajam rasa bertuhan dan rasa kehambaan.


#PostinganTematik #PosTemSpesialRamadan #BloggerMuslimah Indonesia 
"Tulisan ini diikutkan dalam postingan tematik Blogger Muslimah Indonesia Blogger Muslimah Indonesia


Sabtu, 21 April 2018

Manajemen Waktu dan Buah Tangan Sebagai Bukti Cinta

Untuk menjaga kualitas hubungan dengan anak-anak, komunitas dan lingkungan sosial supaya seimbang kita harus bisa mengatur waktu dengan baik. Tapi kadangkala kita melanggar jadwal yang sudah tercatat dengan rapi disebabkan sesuatu di luar dugaan, misalnya karena macet, akibatnya pulangnya molor tidak seperti biasanya, efeknya anak ngambek. Nah, biar ngambeknya gak pake lama, salah satu solusinya adalah bawa oleh-oleh atau buah tangan, biasanya sih berupa jajanan, tapi harus lihat-lihat dulu jajanan yang mau dibeli seperti apa.

Dulu awal-awal  punya anak dalam kondisi saya yang masih kuliah dan LDR-an dengan suami, saya nyaris putus asa membagi waktu antara bayi yang masih ASI dengan tugas-tugas kuliah yang menumpuk. Belum lagi jarak antara rumah dan kampus jauh, hingga mengharuskan saya berangkat sebelum matahari muncul dan tiba di rumah kala matahari hampir tenggelam. Beruntung saya punya orang tua yang sabar, yang mau mengasuh bayi saya sampai ibu harus menghentikan sementara usaha cateringnya sampai saya wisuda. Namun saya sendiri merasa lelah, saya merasa bersalah pada kedua orang tua yang ikutan rempong mengasuh anak saya, saya juga merasa bersalah pada anak saya yang pernah terpaksa minum susu formula gara-gara stok ASIP-nya habis. Selain itu rasanya
hidup saya antara kuliah, kehidupan pribadi dan sosial tidak seimbang gara-gara fokus saya hampir tersedot seluruhnya hanya di satu hal saja.
Akhirnya saya introspeksi, mungkin saya terlalu fokus kuliah hingga mengabaikan keluarga, apa yang akan saya dapatkan dengan kuliah seberat itu? Bukan, bukan berhenti kuliah solusi yang tepat, saya sudah berada di tiga perempat jalan, tidak mungkin saya berhenti. Saya harus tetap jalan namun harus banyak yang dirombak dan diperbaiki agar semuanya bisa seimbang.
* Hal pertama yang saya lakukan adalah merencanakan jadwal. Setelah semester yang berat saya lewati, semester berikutnya saya mengambil mata kuliah sesuai dengan penawaran, tidak ngoyo seperti sebelumnya.
Biasanya saya mengambil banyak SKS supaya kuliah cepat selesai atau memperbaiki nilai-nilai yang C. Tapi demi keseimbangan hidup, maka saya berusaha memperbaikinya dengan mengambil SKS sesuai porsi. Alhasil saya hanya kuliah 3 hari saja, itupun siangnya sudah sampai di rumah hingga saya lebih banyak waktu untuk anak dan meringankan beban orang tua. Kadang saya masih bisa silaturahim ke rumah-rumah tetangga.
Oh iya meskipun jadwal kuliah sudah berkurang, namun jadwal hidup tetap harus ditulis dan ditaati. Jadwal yang sudah disusun tidak boleh dilanggar, kalau tidak manajemen waktunya jadi berantakan.
* Hal kedua yang tak kalah penting adalah fokus di mana saya berada, kalau sedang di kampus ya saya adalah mahasiswa, jangan sampai tiba-tiba baper gara-gara sadar diri kalau saya adalah seorang mahmud dari bayi lucu yang menggemaskan dan ngangenin. Sebaliknya, kala di rumah juga harus benar-benar fokus sebagai ibu rumah tangga dan mommy dari bayi yang masih perlu ASI dan perhatian penuh. Sampai-sampai
tugas kuliah lebih sering saya kerjakan di kampus kala menunggu dosen tiba atau sedang jeda. Pokoknya harus pintar curi-curi waktu kalau ada tugas yang tidak masuk dalam manajemen waktu.
* Hal yang lainnya adalah kadang saya mau tak mau harus minta tolong sama teman kalau ada sesuatu yang sulit saya kerjakan misalnya mencari buku di perpustakaan, membeli buku atau fotokopi buku maupun modul kuliah. Seringkali saya harus mendelegasikan pekerjaan-pekerjaan itu kecuali ngetik. Di saat kebanyakan teman saya mencari seseorang untuk mengetikkan makalah atau skripsinya, saya malah sebaliknya.
Kadang-kadang malah terima ketikan sebagai imbalan pekerjaan yang tidak bisa saya kerjakan. Entahlah, mengetik seperti sebuah hiburan untuk saya, padahal menggunakan mesin tik merk Brother, bukan komputer boro-boro laptop seperti sekarang. Yah, mungkin me time saya selain membaca adalah ngetik.
* Hal lain yang saya perbaiki adalah bekerja lebih efisien. Sebisa mungkin saya harus bisa merampungkan semua tugas sesegera mungkin setelah tugas itu diberikan. Misalnya kala mendapat tugas kuliah, kala sang dosen baru meninggalkan kelas saya sudah mulai mengerjakannya, minimal sudah orat-oret apa yang akan saya kerjakan, baru setelah itu mencari kira-kira saya bakal mendapatkan rujukan dari mana saja. Dulu
belum ada Google jadi tidak bisa gugling asik seperti sekarang. Di rumah tak kalah disiplinnya, misalnya baju kotor langsung dicuci walaupun baru sepotong, maklum belum punya mesin cuci.
* Hal lain meskipun kesannya kurang penting yaitu memanfaatkan hari libur. Kalau sedang tidak ada jadwal kuliah, sudah tentu saya seharian bersama anak, kadang-kadang juga ibu bapak. Nah, di situ kadang saya melipir sejenak untuk rehat dari rutinitas harian. Saya bisa baca buku sepuasnya, masak-masak, main dengan anak atau bahkan memainkan nintendo punya adik saya bersama anak. Sepertinya buang waktu ya, tapi percaya deh, kita seperti mendapat atmosfir baru kalau sudah selesai melakukan sesuatu di luar rutinitas harian kita. Seolah kita baru dicharge batere hingga ada semangat untuk melakukan rutinitas lagi.
* Hal lainnya adalah pendekatan dengan orang-orang di sekitar saya saat itu, misalnya dosen. Ada dosen yang meragukan saya tatkala beliau tahu saya sedang hamil, bahkan pernah mengecap saya tidak bakal selesai kuliah karena saya akan sibuk dengan keluarga. Kata-kata pedasnya itu justru pecutan buat saya hingga saya malah berbaik-baik dengan beliau juga dengan dosen-dosen yang lain. Saya banyak konsultasi soal mata kuliah dan tugas-tugas hingga saya tak asing di mata beliau-beliau.
Saya juga pendekatan pada ibu bapak, yah meskipun orang tua sendiri tapi beliaukan lelah juga kalau harus mengasuh cucunya. Hadiah-hadiah kecil seperti dibelikan nasi Padang atau bakso sudah cukup menghibur, apalagi kalau dibawakan “Julie’s Peanut Butter Sandwich” pasti girang sekali, sayangnya waktu itu belum ada, soalnya masuk ke Indonesia baru tahun 2009 meskipun biskuit ini sudah ada sejak 1981 di Malaysia. Tapi syukurlah saya masih bisa memberikan Julie’s Peanut Butter Sandwich ini ke ibu bapak kalau mau ke Bandung, soalnya ibu dan bapak sebenarnya kurang suka biskuit, tapi waktu nyicip Julie’s Peanut Butter Sandwich, beliau suka, mungkin karena pada dasarnya beliau memang hobi banget dengan selai kacang, jadinya Julie’s Peanut Butter Sandwich serasa pas dan nikmat di lidah.



Awal bawa Julie’s Peanut Butter Sandwich juga tanpa sengaja. Gara-gara karena anak-anak saya memang hobi ngemil kalau sedang dalam perjalanan dari Bogor ke Bandung, nah, cemilan yang mereka pilih adalah  Julie’s Peanut Butter Sandwich ini dengan alasan lebih sehat padahal aslinya memang mereka doyan. Karena stoknya banyak, jadilah buat oleh-oleh ibu bapak, dengan tampilan warna emas creamy, biskuit berisi selai kacang gurih ini ternyata mampu menarik perhatian ibu dan bapak saya yang aslinya kurang suka biskuit. Eh,  ternyata beliau-beliau suka, jadinya berasa wajib bawa Julie’s Peanut Butter Sandwich setiap kali pulang. Apalagi biskuit ini mengandung sekitar 90 kkal per dua kepingnya, jadi tidak sekedar cemilan biasa. Yang pasti biskuit ini sudah halal juga dan tersedia di hampir seluruh outlet modern market di Indonesia seperti di Indomaret. Pertengahan bulan April ini ada promo beli 2 gratis 1 juga di Indomaret, jangan sampai kehabisan ya 😊
Julie's Peanut Butter Sandwich ini tak hanya disukai masyarakat Malaysia dan Indonesia lho, tetapi juga Italia, padahal masyarakat Italia termasuk konservatif kalau dikenalkan makanan yang bukan dari negaranya.
Julie’s Peanut Butter Sandwich ini sedang mengadakan lomba foto lho! Hadiahnya microwave, alat masak, voucher belanja senilai total jutaan rupiah dalam yang infonya ada di sini
Jangan sampai ketinggalan ikutan lombanya ya, pantengin sosmed Julie's Indonesia atau IG @julies.ind
Jangan sampai lupa ya 😊
 #PenuhCintaDariJulies
#TerbaikDariIbu #Emak2JuliesBiscuit

Kamis, 08 Maret 2018

Prive Uri-Cran Hadiah dari Tuhan



Ada rutinitas baru yang selalu saya lakukan sejak melahirkan yang ketujuh kalinya kalau mau bersin atau batuk, yaitu lari ke kamar mandi. Ada apakah gerangan saya harus begitu rupa? Karena saya akan terkencing-kencing sejak bersin atau batuk yang pertama, terbayangkan jika bersin atau batuknya sampai dua, tiga hingga empat kali hentakan? Basah kuyup jadinya. Hal ini terjadi bukan karena saya kebelet pipis, pernah juga kok saya baru buang air kecil sebelum wudlu, pas bersin tetap saja 'bocor', mana sudah takbir dan saya jadi imam lagi. Duh, benar-benar menyusahkan. Sebelumnya aku punya masalah lain saat berkemih, yaitu terasa panas dan perih hingga sebelum berkemih aku akan mengalirkan air supaya tidak terlalu terasa panas. Setelah itu rasanya tidak tuntas, berasa ada yang nyangkut, pengen kembali lagi buang air kecil, sayangnya yang keluar hanya sedikit-sedikit, sudah bolak-balik ke kamar mandi tapi belum tuntas juga, bikin frustasi. Kondisi seperti ini semakin parah kalau sudah hamil terutama kalau sudah masuk minggu keenam. Terpaksa pakai popok sekali pakai kalau sudah kumat, maklum, bawa perut gendut bolak-balik ke kamar mandi itu sungguh berat luar biasa. Tapi kondisi seperti ini pernah juga saya rasakan saat menstruasi. Pembalut kain selusin masih harus ditambah pembalut sekali pakai sebungkus bisa habis dalam waktu sehari. Masalah lain yang menghantui sekarang-sekarang ini adalah setiap kali saya sedang salat, yaitu saat melakukan gerakan yang menekan perut yaitu saat rukuk dan atau sujud. Meskipun tidak setiap waktu salat terjadi, tapi kalau pas kumat betul-betul merepotkan. Saat rukuk atau sujud kadang ada cairan yang keluar sedikit, tadinya saya pikir itu air sisa membilas saat buang air kecil sebelum wudlu tadi, tapi nyatanya bukan! Saat saya cium dan perhatikan itu adalah urine! Ya Allah, awalnya kaget sekaligus sedih, tapi lama-kelamaan sudah biasa meskipun masih pilu. Akhirnya saya ulangi wudlu, ganti pakaian dan pakaian dalam lalu kembali salat. Hal ini bisa sampai tiga kali saya lakukan untuk memastikan kalau saya benar-benar tidak 'pipis' lagi sewaktu salat. Punya balita dengan kondisi harus bolak-balik ke kamar mandi untuk ibadah sudah pasti merepotkan hingga membuat saya menangis. Saya dikasih solusi herbal saat menceritakan keluhan ini ke suami. Beliau sampai rela turun dinas mampir dulu ke rumah temannya nun jauh di Cianjur demi membawakan daun kumis kucing yang konon manjur mengatasi anyang-anyangan saya yang bisa berindikasi ke infeksi saluran kemih atau ISK. Namun daun kumis kucing itu ternyata pemakaiannya kurang praktis, harus dijemur dulu sampai kering baru direbus untuk diminum sarinya yang ternyata pahit. Namun demi bisa sembuh, saya paksakan juga, saya tidak mau mencampurnya dengan apapun termasuk gula merah untuk mengurangi rasa pahitnya, karena saya pikir bakal mengurangi khasiat dari daun kumis kucing tadi. Sambil berdoa saya rutin minum jamu tadi, tapi mungkin cocok-cocokkan ya, di orang lain cocok dan bisa sembuh, namun di saya efeknya belum terlalu terasa. Serius, masalah ini memang mengganggu untuk saya, hingga saya sampai mohon sama Tuhan untuk diberi jalan keluar mengatasi masalah ini. Terima kasih Allah, Dia mengabulkan doa saya. Saya baca-baca review sesama penderita anyang-anyangan yang merekomendasikan Prive Uri-cran. Lagi-lagi suami yang saya repotkan, beliau mencari-cari ke apotik-apotik yang dilewatinya saat turun dinas. Rupanya masih jarang ada produknya, bahkan banyak apotekker yang mengernyit mendengar nama produknya. Sampai akhirnya dapat juga di Guardian. 
pencarian itu berakhir pada Prive Uri-cran
Dengan membaca bismillah, saya minum Prive Uri-cran Plus hasil hunting suami. Semoga Uri-cran Plus yang mengandung ekstrak cranberry, probiotik, dan vitamin c menjadi jawaban dari doa saya, semoga bisa membantu memelihara kesehatan saluran kemih. Setelah minum Prive Uri-cran Plus saya lupa tidak memperhatikan khasiat atau efek dari produk itu, maklum emak rempong banyak anak yang ada saja jadwal hidup yang harus dikerjakan. Sampai saat saya masak tumis tauge super pedas baru deh ingat. Seperti biasa, saya mematikan kompor dan langsung lari ke kamar mandi waktu rasa ingin bersin sudah terasa. Beberapa kali bersin ternyata saya tidak terkencing-kencing seperti biasanya. Asli, saya merasa itu ajaib banget! Berulangkali saya mengucapkan hamdalah sambil mengingat-ingat yang sudah saya lakukan hingga tak lagi bersin sambil 'bocor' seperti biasanya. Ya Allah baru ingat kalau kemarin saya minum Prive Uri-cran Plus. Baru minum sekali tapi efeknya sudah bisa bikin saya sujud syukur, lega dan bahagia.
komposisi Prive Uri-cran yang pertama kali dilihat

"Tapi jangan lalai, penyebab anyang-anyangan sudah tahukan? Kebiasaan menahan pipis, kurang minum, bebersihnya kurang tepat setelah buang air kecil atau buang air besar," papar suami memberi petuahnya saat saya laporan perkembangan baik setelah minum Prive Uri-Cran Plus. 
"Cara mencegah anyang-anyangan juga jangan lupa, penyakit ini sebenarnya dapat dicegah dengan minum air putih yang cukup, menjaga kebersihan terutama saat BAK," lanjut suami. 
"Jangan lupa laporan juga kalau Uri-crannya udah habis, itukan untuk membantu memelihara kesehatan saluran kemihmu, biar gak nangis lagi," ledek suami lagi. Saya cuma nyengir. 
"Tapi besok mau coba yang kapsul ya, Mas," pinta saya sambil memperlihatkan gambar Prive Uri-cran kapsul. Suami mengangguk setuju. Kejadian-kejadian menyakitkan soal berkemih yang mengganggu selama ini berangsur lenyap, alhamdulillah kondisi saya sudah membaik sekarang. Gejala yang saya rasakan memang berindikasi Infeksi Saluran Kemih atau ISK. ISK dapat terjadi karena menempelnya bakteri E.coli pada saluran kemih akibat kurangnya menjaga kebersihan saat buang air kecil. Nah, Proanthocyanidin dalam ekstrak cranberry yang terkandung pada Uri-cran dapat menghambat bakteri E.coli untuk tidak menempel di saluran kemih. 
rasanya asam agak manis dan segar
Buah cranberry sendiri mengandung banyak vitamin A, vitamin B, vitamin C, kalori, lutein, folate, potassium, dan juga magnesium. Buah ini rasanya memang asam, namun memiliki segudang manfaat. Buah berbentuk bulat kecil dengan warna merah menyala ini juga lebih populer di Amerika dan sekitarnya, kalau di Indonesia masih jarang petani yang berusaha membudidayakannya hingga harganya relatif mahal. Tapi jangan khawatir, harga Prive Uri-cran justru sangat terjangkau, apalagi kalau kita sudah merasakan dampak baiknya yang sungguh wow, dijamin harganya jadi terasa lebih terjangkau. Prive Uri-cran ini ternyata produk dari Combiphar yang sudah terpercaya, pantesan cocok. Kalau sudah cocok begini sih saya males mau coba-coba yang lain, kalau kamu?

Sabtu, 06 Januari 2018

Sahabat yang Hilang

Kaget dan sedih itu kala kontak saya didelcon oleh sahabat saat kuliah. Bukan sekedar sahabat namun sudah lebih dari saudara. Belajar bareng, makan bareng sampai wisuda juga bareng. Bahkan kami menggunakan bahasa daerah untuk berkomunikasi.
Sejak awal punya akun media sosial bernama facebook tahun 2009 saya sudah mencari-cari namanya namun tak juga bertemu. Saya membayangkan andaikata kami bertemu tentu persaudaraan yang pernah terjalin akan tersambung kembali dan bahkan saya tak kuasa membayangkan betapa bahagianya jika saya bisa berhasil menemukannya.
Sampai akhirnya sekitar tahun 2011-an akhirnya saya menjumpainya, saya senang tak terkira. Namun ternyata reaksi sahabat saya itu berbeda. Mungkin setelah dia tahu saya ini bukan PNS seperti dirinya, atau mungkin karena saya tidak kaya seperti dirinya, tiba-tiba saja kontak BB saya dihapus. Karena sampai detik ini saya tidak tahu kesalahan saya sama dia apa, jadi saya memang berusaha cari kotaknya karena pesan saya di facebook tak pernah berbalas.
Mungkin dia jengkel saat saya nongol di kontak WA nya secara tiba-tiba, jadi kesannya kayak maksa banget gitu saya masih pengen temenan sama dia. Tapi setiap kali saya kirim WA ke dia cuma dibaca aja. Berkali-kali saya WA dia lagi-lagi hanya dibaca. Pernahkah dia menanyakan kabar saya? Hei siapa elu? Yah, saya sih cuma tahu diri ajalah. Saya juga sudah minta maaf barangkali ada salah saya ke dia yang saya gak sadar, eh gak direspon juga tuh.
Sedih? Bangeeet, saya sampai gak bisa nahan air mata menuliskan ini, lebay yah, mungkin arti persahabatan bagi saya dan dia berbeda. Dia menganggapnya biasa aja, sedangkan saya menganggapnya sangat istimewa.
Meskipun berulangkali saya meyakinkan diri, udahlah gak usah dipikirin, tetap aja ibarat luka yang berusaha disembuhkan, parutnya tetap ada.
Kalau masalah sibuk, dia guru saya juga guru, jumlah anak saya malah dua kali lipat jumlah anaknya. Saya masih harus ngurus dan nulis di majalah, sekali-sekali masih juga menggarap sinopsis FTV. Apa lantas kesibukan layak dijadikan alasan untuk putusnya silaturahim?
Tuk seseorang yang kuanggap sahabat, please jelaskan dong salah saya apa supaya dosa saya gak kebawa sampai akhirat.

Selasa, 02 Januari 2018

Doa dan Air Mata Ibu

Lima tahun belakangan ini aku tidak tahan memandang lama wajah ibu. Sedang asik ngobrol dengan ibu tiba-tiba saja suaraku akan tercekat dengan air mata yang mencair cepat. Ya, lima tahun ini ibuku tiba-tiba saja menua secara drastis. Tubuhnya mengurus, rambutnya memutih, pipinya habis hingga kulit wajahnya mengendur laksana keriput. Giginyapun sudah banyak yang tanggal. Andai proses penuaan ibuku tidak secepat itu, tentu dadaku tidak sesesak ini.

Ibuku lima tahun lalu masih seperti adik kakak denganku, tubuhnya bugar dan sehat, wajahnya cantik dan belum pantas memiliki cucu dan tak ada renta sama sekali. Diabetes membuat penampilannya melorot secara masif. Seringkali hal ini membuatku tidak rela, apalagi kalau melihat ibu mertuaku yang sejak aku menikah sampai sekarang tidak berubah sama sekali. Ada rasa bersyukur ibu mertua selalu sehat, namun terselip juga rasa cemburu karena ingin ibu kandungku juga seperti beliau. Ah, tapi sudahlah, rasa-rasa seperti itu malah akan membuatku tidak ridho dengan ketetapan Allah.
Sepanjang 20 tahun pernikahanku, ada sebuah peristiwa aku bertangis-tangisan dengan ibu kala kami akan kembali ke Bogor. Ibu yang mengantar sampai terminal kembali naik bis hanya untuk memelukku. Bukan tanpa alasan, aku yang saat itu sedang hamil anak ketiga, mengalami sedikit masalah dengan kehamilanku, yaitu plasenta previa.
"Sudahlah kamu gak usah balik dulu, tinggal 2 bulan lagi kamu lahiran, lahiran di Bandung aja, anak-anakmukan juga masih kecil-kecil, gimana kalo pas kamu mau lahiran suamimu pas dines? Mana kehamilanmu gak normal, Ibu khawatir Viiii, khawatiiiir," ibu mulai tergugu. Aku yang cengeng ikut menangis bersama ibu.
"Insya Allah Vi akan baik-baik aja, Bu, ada Allah, tetanggaku di sana juga baik-baik," ujarku. Ibu masih tetap memaksaku turun dari bis dan kembali ke rumah. Tapi aku berkeras dan tetap menggeleng. Dan akhirnya dengan berat hati ibu melepas kepergian kami masih dengan air mata berderai hingga membuat air mataku juga tak surut-surut.
Pada akhirnya, meski sejak awal aku diprediksi harus caesar, tapi kehendak Allah jua yang berlaku. Aku bisa lahiran normal bahkan tidak harus ke rumah sakit atau klinik, alias melahirkan di rumah. Suami yang sebetulnya sedang dinas tiba-tiba pulang karena perasaannya tidak enak, padahal di zaman itu belum ada smartphone dan bahkan hape biasapun saat itu masih sangat jarang yang punya, hingga tanpa pegang hape saya merasa baik-baik saja.
Jadi Allah lancarkan semua proses saat saya melahirkan ini sudah pasti tak lepas dari doa yang diiringi air mata ibu. Ibuku yang sebenarnya selalu ingin memeluk dan mencium anak-anaknya meskipun sudah dewasa.