Kamis, 15 Desember 2022
Moment Langka (2)
Jumat, 02 Desember 2022
Moment Langka
Klik Indomaret Food sang Asisten Handal
Bagaimana rutinitas sebuah keluarga yang di dalamnya terdapat dua anak perempuan dan tujuh anak laki-lakinya? Kebayang ya, heboh, ribet, riweuh dan ramenya? Ya, jumlah cahaya mata kami memang di atas rata-rata, sembilan anak dari satu ayah dan satu ibu.
Dengan jumlah anggota keluarga sebanyak itu, sudah pasti tidak jauh-jauh dari situasi hectic, heboh dan sejenisnya, apalagi kalau sudah menyangkut urusan perut, ditambah anak-anakku kebanyakan laki-laki, bawaannya laper terus. Setiap hari dan setiap saat harus selalu sedia cemilan, rasanya hampa kalau sampai cemilan tiada. Anak-anak syukurnya tidak pernah pilih-pilih, mau jajanan yang sudah jadi dari pabrikan atau UMKM maupun jajanan made in emaknya, pasti bakal dinikmati dengan riang dan tandas gak pake lama. Yang penting halal dan tidak aneh-aneh, begitu menurut mereka.
Seringkali saya kesulitan dalam manajemen waktu karena bukan hanya berbagai pekerjaan rumah yang harus saya selesaikan, namun sosok saya juga penting untuk anak-anak, setiap detik selalu ada saja curhatan dari mereka, terkadang mereka juga berebutan ingin duluan cerita, dan biasanya hal itu menguras waktu, tahu-tahu mereka sudah kelaparan dan kelimpunganlah saya dalam menyiapkan hidangan. Bukannya anak-anak tidak membantu, namun selain mereka mempunyai kesibukan sendiri, saya juga malah seringkali gagal fokus kalau mereka sudah ingin campur tangan.
Yang saya keluhkan hanya satu, yaitu belanja, saya benar-benar kehabisan waktu untuk menyiapkan stok bahan baku membuat jajanan maupun jajanan itu sendiri, apalagi mungkin karena faktor usia, saya malah pening kalau berhadapan dengan rak-rak barang di minimarket maupun supermarket, meskipun saya sudah menyiapkan catatan namun saya kesulitan mencari barang-barang yang perlukan, yang ada kepala berdenyut dan pandangan berkunang-kunang, sampai sekarang saya belum tahu penyebabnya, saya hanya tahu diri saya kalau mungkin ini berkaitan dengan faktor usia. Hal ini membuat saya bersyukur dan berterima kasih sekali telah menemukan aplikasi Klik Indomaret karena benar-benar membantu saya dalam menyediakan segala hal yang saya, suami dan anak-anak butuhkan. Saya dapat dengan leluasa memilih bahan-bahan yang sesuai tanpa harus pening menghadapi banyaknya barang di depan mata, tanpa pula harus meninggalkan rumah, lebih beruntung lagi kalau barang yang saya perlukan sedang ada promo. Belum lagi poinnya bisa ditukar berbagai voucher untuk potongan harga, jadi jajan terus tak masalah. Jangan lupa berkunjung ke blogklikindomaret.com untuk mendapatkan tips-tips menarik dan info promo.
Bagaimana saya tidak merasa dimudahkan, tinggal klik aplikasinya lanjut pilih food, banyak sekali pilihan jenis makanan yang bisa kita order sehingga menghemat waktu seperti ini.
Kalau belum sempat download aplikasi Klikindomaret masih bisa kok kita mengunjungi webnya, dari sana kita bisa order seperti dari aplikasinya. Mau order dari aplikasi maupun dari web tetap saja dapat poin.
Ingin lebih hemat? Tinggal tukarkan poin yang kita dapat dari aktifitas belanja dengan i-kupon, hebatnya lagi i-kupon ini bisa kita pakai lebih dari satu dalam sekali chek out.
Belum lagi kalau membeli produk tertentu ada yang menyediakan stamp yang dapat ditukarkan dengan barang sesuai jumlah stamp yang kita kumpulkan.Kalau dipikir-pikir sudah terlalu banyak kemudahan-kemudahan yang bisa kita peroleh, tinggal lebih banyak bersyukurnya semoga lebih banyak kenikmatan yang bisa kita peroleh, termasuk nikmat jajan, jajan terus semakin hemat dan praktis #TinggalKlik di Klik Indomaret Food. Ayo jajan sekarang langsung meluncur lewat link ini.
Senin, 14 Mei 2018
Ramadlan yang Dinanti, Ramadlan yang Dihayati
"Ibu, jangan sedih lagi," suara mungil itu mengagetkanku. Bayi itu bisa bicara!
"Ibu, sedihkan saja rasa-rasa yang ada di hati Ibu pada Allah, Ramadlan sudah hampir tiba, bagaimana kalau Ramadlan tahun ini jadi Ramadlan terakhir buatmu, Bu?" Tutur bayi berbedong biru langit itu. Aku masih tak percaya dia sudah mengeluarkan kata-kata.
"Ibu, pandanglah aku, lihatlah mataku, adakah terasa kehebatan Tuhan di sana?" Ujarnya lagi. Aku merangsek mendekatinya. Kuraih bayi itu dalam pelukanku. Air mataku menderas, kerinduan itu seakan menemukan destinasinya.
"Ibu kangen banget sama kamu, Nak," bisikku menatapnya.
"Apakah kerinduan Ibu padaku lebih besar daripada kepada Pencipta Ibu Yang Maha Baik itu?" Pertanyaan itu begitu menohok perasaanku.
"Ibu, ujianmu sudah begitu berat, sayang kalau tidak ada hasil," ujarnya lagi. Ya Tuhan, mengapa bayi ini begitu pintar? Dia berbicara seolah sedang menasehatiku, nasehat yang sungguh menampar.
"Ibu, aku pamit, nanti aku akan berkunjung lagi," suara mungil itu begitu terdengar jelas.
"Jangan pergi lagi, Nak, Ibu masih kangen,"ujarku. Tapi tidak, seseorang berjubah putih telah lebih dulu mengambilnya dari pangkuanku, aku menyesal, seharusnya aku memperketat pelukan supaya dia tidak bisa mengambil lagi bayiku.
"Jangan pergi lagi, Nak, jangan!" Teriakku. Terlambat, dia sudah pergi secepat kilat. Aku tergugu, menangis lagi dan ruang hatiku seperti ada yang hilang, tercerabut paksa akarnya hingga terasa sakit.
"Istighfar, Bu, istighfar," tubuhku digoncang-goncang, aku terbangun dengan pipi basah.
"Aku kenapa?" Tanyaku.
"Teriak-teriak gak jelas, pasti mimpi buruk, lupa berdoa, ya?" Tuduh suamiku. Aku menggeleng, aku bukan mimpi buruk.
"Aku ketemu Dehya, Yah," sahutku, mencoba berbaring kembali karena waktu masih menunjukkan tengah malam.
"Dia banyak menasehatiku, Yah, tentang rasa bertuhan yang belum kupunya, dia menyuruhku baiki diri, apalagi sebentar lagi Ramadlan, dia nanya, bagaimana kalau tahun ini jadi Ramadlan terakhirku?" Sampai di sini aku tercekat, perasaan campur aduk antara kerinduanku padanya dan kebenaran kata-katanya.
Segera kuraih gawaiku, kubuka galeri foto dan menatapi foto-foto lucu Dehya saat masih bersama kami. Dan luka itu seolah semakin menganga kala tiba pada foto tubuhnya yang sudah selesai dikafani, air mataku jatuh lagi. Sudah 2 tahun tapi seolah aku belum ikhlas, aku belum menerima keputusan Tuhan untuk mengambilnya kembali.
***
"Orang yang secara lahir kelihatan amalannya banyak tapi hati tidak rasa takut dengan Allah itu lebih berat kesalahannya daripada orang yang mencuri. Kalau kita mencuri terasa berdosa karena kesalahan itu dapat dinilai secara lahir. Tapi kesalahan orang yang beribadah karena fadhilat itu tidak terasa, sangat halus dan berbahaya," tutur ustad Adib begitu menohokku. Hampir mirip dengan kata-kata bayiku semalam.
Ibadah yang tidak dihayati sia-sia
Ibadah sebanyak apapun tidak ada nilai di sisi Allah
Kalau mazmumah masih bersarang di hati
Sedikit ibadah tidak mengapa asalkan yang fardlu tidak ditinggalkan dan mazmumah dapat disembuhkan
Mazmumah itulah yang memudharatkan diri karena nafsu yang belum terdidik
Nafsu yang belum terdidik, mazmumahlah yang menguasai diri seseorang
Apalah artinya ibadah kalau mazmumah masih bersarang dalam diri dan merusak orang lain?
Ibadah banyak tapi masih pemarah, hasad, dendam, tamak, sombong, riyak, ujub, cinta dunia, dan lain-lain?
Tujuan ibadah adalah untuk mengobati penyakit batin yang memusnahkan
Ibadah yang dihayati bisa mendidik nafsu yang liar yang menjadi bala bencana pada dunia
Kutulis dengan seksama ceramah ustad Adib karena aku tahu diri, sering pelupa. Tiba-tiba seorang ibu di sebelah menyenggol lenganku.
"Kalau lagi ada ceramah didengerin, Bu," ujarnya setengah berbisik. Aku merasa kesal lalu kutunjukkan apa yang kutulis, ibu itu nyengir tapi aku istighfar, ngapain aku kesal? Berarti aku memang masih pemarahkan? Ya Tuhan sedihnya.
Setelah ceramah usai dan ustad Adib pamit, bu Wiwid menghampiriku dengan senyum ramahnya.
"Alhamdulillah sudah bisa aktifitas ngaji lagi, ya, Bu, jangan berlarut-larut, Bu, masih banyak yang harus kita perjuangkan, apalagi sebentar lagi Ramadlan, masih harus banyak baiki diri," paparnya. Lalu kami ngobrol tentang banyak hal, maklum selama hampir 2 tahun aku tak pernah menyambangi siapapun di komplek ini, apalagi kegiatan arisan dan pengajian. Sesungguhnya aku menghindari pertanyaan orang-orang tentang kematian anakku.
Obrolanku dengan bu Wiwid macam-macam, dari penghuni komplek baru sampai hal-hal yang terdengar lucu hingga mau tak mau membuatku tertawa. Tiba-tiba ada seorang ibu yang terasa asing di mataku, mungkin dia salah satu penghuni baru yang tadi diceritakan.
"Oh, ini yang namanya bu Vivi? Yang anaknya meninggal itu?" Tanyanya, aku mengangguk meskipun sakit mendengarnya.
"Aneh, ya, anaknya meninggal tapi masih bisa ketawa-ketawa," ujarnya begitu saja. Aku terkejut, begitu juga bu Wiwid, kami berpandangan namun ibu itu melengos sambil menunjukkan wajah tidak simpati. Ya Tuhan, sakit sekali rasanya, ya Tuhan ternyata hatiku memang masih banyak boroknya, masih harus disembuhkan penyakitnya. Rasanya perih hingga air mata tiba-tiba mengambang di pelupuk mataku.
"Sabar, ya, Bu," hibur bu Wiwid.
"Justru saya harus terima kasih sama ibu tadi, saya jadi tahu saya memang belum menghayati ibadah, hingga masih sakit hati kalau dikatain orang, kalau hati sudah bersih, sudah lurus, gak akan kerasa apa-apa, persis kayak ceramah tadi, iyakan, Bu?" Ujarku. Persis pula seperti untaian kata anakku dalam mimpi.
Bagaimana kalau Ramadlan ini jadi yang terakhir bagiku? Ya Allah, bersihkanlah hatiku hingga aku bisa mempertajam rasa bertuhan dan rasa kehambaan.
Sabtu, 21 April 2018
Manajemen Waktu dan Buah Tangan Sebagai Bukti Cinta
hidup saya antara kuliah, kehidupan pribadi dan sosial tidak seimbang gara-gara fokus saya hampir tersedot seluruhnya hanya di satu hal saja.
Akhirnya saya introspeksi, mungkin saya terlalu fokus kuliah hingga mengabaikan keluarga, apa yang akan saya dapatkan dengan kuliah seberat itu? Bukan, bukan berhenti kuliah solusi yang tepat, saya sudah berada di tiga perempat jalan, tidak mungkin saya berhenti. Saya harus tetap jalan namun harus banyak yang dirombak dan diperbaiki agar semuanya bisa seimbang.
* Hal pertama yang saya lakukan adalah merencanakan jadwal. Setelah semester yang berat saya lewati, semester berikutnya saya mengambil mata kuliah sesuai dengan penawaran, tidak ngoyo seperti sebelumnya.
Biasanya saya mengambil banyak SKS supaya kuliah cepat selesai atau memperbaiki nilai-nilai yang C. Tapi demi keseimbangan hidup, maka saya berusaha memperbaikinya dengan mengambil SKS sesuai porsi. Alhasil saya hanya kuliah 3 hari saja, itupun siangnya sudah sampai di rumah hingga saya lebih banyak waktu untuk anak dan meringankan beban orang tua. Kadang saya masih bisa silaturahim ke rumah-rumah tetangga.
Oh iya meskipun jadwal kuliah sudah berkurang, namun jadwal hidup tetap harus ditulis dan ditaati. Jadwal yang sudah disusun tidak boleh dilanggar, kalau tidak manajemen waktunya jadi berantakan.
* Hal kedua yang tak kalah penting adalah fokus di mana saya berada, kalau sedang di kampus ya saya adalah mahasiswa, jangan sampai tiba-tiba baper gara-gara sadar diri kalau saya adalah seorang mahmud dari bayi lucu yang menggemaskan dan ngangenin. Sebaliknya, kala di rumah juga harus benar-benar fokus sebagai ibu rumah tangga dan mommy dari bayi yang masih perlu ASI dan perhatian penuh. Sampai-sampai
tugas kuliah lebih sering saya kerjakan di kampus kala menunggu dosen tiba atau sedang jeda. Pokoknya harus pintar curi-curi waktu kalau ada tugas yang tidak masuk dalam manajemen waktu.
* Hal yang lainnya adalah kadang saya mau tak mau harus minta tolong sama teman kalau ada sesuatu yang sulit saya kerjakan misalnya mencari buku di perpustakaan, membeli buku atau fotokopi buku maupun modul kuliah. Seringkali saya harus mendelegasikan pekerjaan-pekerjaan itu kecuali ngetik. Di saat kebanyakan teman saya mencari seseorang untuk mengetikkan makalah atau skripsinya, saya malah sebaliknya.
Kadang-kadang malah terima ketikan sebagai imbalan pekerjaan yang tidak bisa saya kerjakan. Entahlah, mengetik seperti sebuah hiburan untuk saya, padahal menggunakan mesin tik merk Brother, bukan komputer boro-boro laptop seperti sekarang. Yah, mungkin me time saya selain membaca adalah ngetik.
* Hal lain yang saya perbaiki adalah bekerja lebih efisien. Sebisa mungkin saya harus bisa merampungkan semua tugas sesegera mungkin setelah tugas itu diberikan. Misalnya kala mendapat tugas kuliah, kala sang dosen baru meninggalkan kelas saya sudah mulai mengerjakannya, minimal sudah orat-oret apa yang akan saya kerjakan, baru setelah itu mencari kira-kira saya bakal mendapatkan rujukan dari mana saja. Dulu
belum ada Google jadi tidak bisa gugling asik seperti sekarang. Di rumah tak kalah disiplinnya, misalnya baju kotor langsung dicuci walaupun baru sepotong, maklum belum punya mesin cuci.
* Hal lain meskipun kesannya kurang penting yaitu memanfaatkan hari libur. Kalau sedang tidak ada jadwal kuliah, sudah tentu saya seharian bersama anak, kadang-kadang juga ibu bapak. Nah, di situ kadang saya melipir sejenak untuk rehat dari rutinitas harian. Saya bisa baca buku sepuasnya, masak-masak, main dengan anak atau bahkan memainkan nintendo punya adik saya bersama anak. Sepertinya buang waktu ya, tapi percaya deh, kita seperti mendapat atmosfir baru kalau sudah selesai melakukan sesuatu di luar rutinitas harian kita. Seolah kita baru dicharge batere hingga ada semangat untuk melakukan rutinitas lagi.
* Hal lainnya adalah pendekatan dengan orang-orang di sekitar saya saat itu, misalnya dosen. Ada dosen yang meragukan saya tatkala beliau tahu saya sedang hamil, bahkan pernah mengecap saya tidak bakal selesai kuliah karena saya akan sibuk dengan keluarga. Kata-kata pedasnya itu justru pecutan buat saya hingga saya malah berbaik-baik dengan beliau juga dengan dosen-dosen yang lain. Saya banyak konsultasi soal mata kuliah dan tugas-tugas hingga saya tak asing di mata beliau-beliau.
Saya juga pendekatan pada ibu bapak, yah meskipun orang tua sendiri tapi beliaukan lelah juga kalau harus mengasuh cucunya. Hadiah-hadiah kecil seperti dibelikan nasi Padang atau bakso sudah cukup menghibur, apalagi kalau dibawakan “Julie’s Peanut Butter Sandwich” pasti girang sekali, sayangnya waktu itu belum ada, soalnya masuk ke Indonesia baru tahun 2009 meskipun biskuit ini sudah ada sejak 1981 di Malaysia. Tapi syukurlah saya masih bisa memberikan Julie’s Peanut Butter Sandwich ini ke ibu bapak kalau mau ke Bandung, soalnya ibu dan bapak sebenarnya kurang suka biskuit, tapi waktu nyicip Julie’s Peanut Butter Sandwich, beliau suka, mungkin karena pada dasarnya beliau memang hobi banget dengan selai kacang, jadinya Julie’s Peanut Butter Sandwich serasa pas dan nikmat di lidah.
Awal bawa Julie’s Peanut Butter Sandwich juga tanpa sengaja. Gara-gara karena anak-anak saya memang hobi ngemil kalau sedang dalam perjalanan dari Bogor ke Bandung, nah, cemilan yang mereka pilih adalah Julie’s Peanut Butter Sandwich ini dengan alasan lebih sehat padahal aslinya memang mereka doyan. Karena stoknya banyak, jadilah buat oleh-oleh ibu bapak, dengan tampilan warna emas creamy, biskuit berisi selai kacang gurih ini ternyata mampu menarik perhatian ibu dan bapak saya yang aslinya kurang suka biskuit. Eh, ternyata beliau-beliau suka, jadinya berasa wajib bawa Julie’s Peanut Butter Sandwich setiap kali pulang. Apalagi biskuit ini mengandung sekitar 90 kkal per dua kepingnya, jadi tidak sekedar cemilan biasa. Yang pasti biskuit ini sudah halal juga dan tersedia di hampir seluruh outlet modern market di Indonesia seperti di Indomaret. Pertengahan bulan April ini ada promo beli 2 gratis 1 juga di Indomaret, jangan sampai kehabisan ya 😊
Julie's Peanut Butter Sandwich ini tak hanya disukai masyarakat Malaysia dan Indonesia lho, tetapi juga Italia, padahal masyarakat Italia termasuk konservatif kalau dikenalkan makanan yang bukan dari negaranya.
Julie’s Peanut Butter Sandwich ini sedang mengadakan lomba foto lho! Hadiahnya microwave, alat masak, voucher belanja senilai total jutaan rupiah dalam yang infonya ada di sini
Jangan sampai ketinggalan ikutan lombanya ya, pantengin sosmed Julie's Indonesia atau IG @julies.ind
Jangan sampai lupa ya 😊
#PenuhCintaDariJulies
#TerbaikDariIbu #Emak2JuliesBiscuit
Kamis, 08 Maret 2018
Prive Uri-Cran Hadiah dari Tuhan
pencarian itu berakhir pada Prive Uri-cran |
komposisi Prive Uri-cran yang pertama kali dilihat |
rasanya asam agak manis dan segar |
Sabtu, 06 Januari 2018
Sahabat yang Hilang
Sejak awal punya akun media sosial bernama facebook tahun 2009 saya sudah mencari-cari namanya namun tak juga bertemu. Saya membayangkan andaikata kami bertemu tentu persaudaraan yang pernah terjalin akan tersambung kembali dan bahkan saya tak kuasa membayangkan betapa bahagianya jika saya bisa berhasil menemukannya.
Sampai akhirnya sekitar tahun 2011-an akhirnya saya menjumpainya, saya senang tak terkira. Namun ternyata reaksi sahabat saya itu berbeda. Mungkin setelah dia tahu saya ini bukan PNS seperti dirinya, atau mungkin karena saya tidak kaya seperti dirinya, tiba-tiba saja kontak BB saya dihapus. Karena sampai detik ini saya tidak tahu kesalahan saya sama dia apa, jadi saya memang berusaha cari kotaknya karena pesan saya di facebook tak pernah berbalas.
Mungkin dia jengkel saat saya nongol di kontak WA nya secara tiba-tiba, jadi kesannya kayak maksa banget gitu saya masih pengen temenan sama dia. Tapi setiap kali saya kirim WA ke dia cuma dibaca aja. Berkali-kali saya WA dia lagi-lagi hanya dibaca. Pernahkah dia menanyakan kabar saya? Hei siapa elu? Yah, saya sih cuma tahu diri ajalah. Saya juga sudah minta maaf barangkali ada salah saya ke dia yang saya gak sadar, eh gak direspon juga tuh.
Sedih? Bangeeet, saya sampai gak bisa nahan air mata menuliskan ini, lebay yah, mungkin arti persahabatan bagi saya dan dia berbeda. Dia menganggapnya biasa aja, sedangkan saya menganggapnya sangat istimewa.
Meskipun berulangkali saya meyakinkan diri, udahlah gak usah dipikirin, tetap aja ibarat luka yang berusaha disembuhkan, parutnya tetap ada.
Kalau masalah sibuk, dia guru saya juga guru, jumlah anak saya malah dua kali lipat jumlah anaknya. Saya masih harus ngurus dan nulis di majalah, sekali-sekali masih juga menggarap sinopsis FTV. Apa lantas kesibukan layak dijadikan alasan untuk putusnya silaturahim?
Tuk seseorang yang kuanggap sahabat, please jelaskan dong salah saya apa supaya dosa saya gak kebawa sampai akhirat.