Sabtu, 23 Mei 2015

Hamil Tua 'Dipaksa' Jalan Kaki

Dari enam kehamilan, hanya kehamilan pertamalah yang membuat saya benar-benar jatuh bangun, mungkin karena kehamilan pertama ya, jadi masih belum ada pengalaman dan manjanya masih besar, apalagi waktu itu saya masih ikut orang tua karena kuliah belum selesai.
Empat bulan pertama saya lalui dengan susah payah, segala jenis makanan sulit sekali  berhasil masuk ke mulut, apalagi ke perut, dapur sangat saya hindari, bahkan saya tutup hidung kalau terpaksa pergi ke dapur, tidak ada satupun aroma makanan yang enak di hidung saya, semua bakal membuat perut serasa diaduk-aduk. Syukurlah saat menjalani kegiatan kuliah segala keluhan itu hilang, mungkin karena di kelas tidak ada aroma-aroma makanan dan tidak ada dapur, jadi saya bebas mual dan bebas puyeng.
Pada usia 3 minggu kehamilan, saya harus berangkat KKN ke Desa Sudalarang di Kecamatan Sukawening Garut. Saat penerimaan mahasiswa KKN di kelurahan, disediakan makanan sebagai ungkapan selamat datang. Saat itu sudah 3 hari perut saya tidak terisi nasi sama sekali, hanya susu ibu hamil dan teh manis. Saya sempat tidak jadi ambil piring karena pasti hanya akan mubazir saja, namun teman saya berbisik memaksa saya makan untuk menghormati tuan rumah. Akhirnya dengan berat hati saya mengambil piring, menyendok nasi, sayur asem kacang merah, sambel dan tempe goreng.
Ajaib! Suapan pertama yang saya duga akan saya telan dengan susah payah, ternyata sebaliknya, terus berlanjut sampai suapan terakhir. Saya senang sekali, sujud syukur bisa menghabiskan sepiring nasi setelah tiga hari hanya terisi minuman saja. Saya pikir mungkin karena Desa Sudalarang ini masih kampung hingga suasana alaminya membuat saya mau makan.
Sayang itu tidak berlangsung lama, tiga hari di sana, saya sudah enggan lagi menyentuh makanan, saya juga absen dari tugas masak. Saya bahkan sempat besitegang dengan rekan KKN yang laki-laki karena dia membawa sekardus mie instan ke rumah kami menginap. Sejak hamil saya memang benci sekali dengan mie instan, jangankan memakannya, melihat bungkusnya saja membuat saya mual. Saya menyuruh mereka membawa ke rumah khusus mahasiswa putra saja, namun mereka enggan karena dapur ada di rumah mahasiswi.  Akhirnya karena alasan saya dianggap tidak masuk akal, maka kardus berisi mie instan itu tetap berada di rumah yang kami tempati. Melihat kardus mie instan teronggok di tempat yang sering saya lewati tentu saja mengganggu, sampai akhirnya kardus itu saya tutupi dengan handuk karena saya tidak sanggup melihatnya. Kalau mereka akan masak mie instan, mereka akan memberitahu supaya saya bisa kabur dulu untuk sementara.
Dua minggu di Garut, teman-teman mengijinkan saya pulang sebentar untuk periksa kandungan, mereka juga khawatir dengan keadaan saya yang tidak pernah makan sama sekali, hanya minum susu, teh dan vitamin. Mereka heran karena saya masih bisa bangun padahal tidak makan, saking cemasnya setiap ada makanan apa saja di warung seperti gorengan, roti bahkan rujak pasti dibawakannya untuk saya. Secuil dua cuil makanan itu memang bisa mampir ke perut saya, itu sudah cukup melegakan.
Setelah menempuh perjalanan 2 jam lebih, saya sampai ke rumah, saat itu baru terasa kalau saya kelaparan betul hingga saya langsung makan.Saya dibuat heran lagi karena bisa menghabiskan sepiring nasi, persis seperti saat saya baru tiba di Garut. Ibu saya senang sekali dengan perkembangan itu, ibu saya menduga kalau saya sudah bisa melewati fase morning sickness meski kandungan masih 5 minggu. Ibu saya keliru karena setelah 3 hari di rumah, saya kembali dilanda GTM, saya mogok makan lagi.
Di hari keempat saya kembali ke Garut, saya sudah bisa menduga pasti saya akan bisa makan setelah baru tiba di sana, dan itu memang benar. Sama seperti ibu, teman-teman sayapun mengira saya sudah ‘normal’.
Syukurlah kondisi sulit itu benar-benar hilang saat kehamilan sudah memasuki bulan kelima. Saya tetap aktif kuliah dan mengikuti kegiatan kemahasiswaan, bahkan saya merasa lebih sehat dari sebelumnya.  Bahkan saya masih kuliah walau sudah mendekati HPL. Sudah banyak buku, majalah dan tabloid tentang kehamilan yang saya baca, saya juga sering sharing dengan ibu-ibu yang sudah pengalaman, termasuk ibu saya sendiri dan ibu mertua, jadi saya merasa siap dan tidak khawatir dengan kondisi saya meskipun masih dibawa kuliah, toh kandungan saya sehat.
Namun siapa sangka saya harus mengalami kejadian tak terlupakan di kala hamil besar begitu, yaitu ketika supir angkot demo karena ada kenaikan BBM dan kenaikan setoran. Karena demo, otomatis hari itu merekapun mogok beroperasi. Nah, lalu nasib saya bagaimana? Jarak dari Setiabudi ke Sukamiskin tak kepalang tanggung jauhnya, menempuh perjalanan normal saja bisa makan waktu 1 sampai 2 jam, bagaimana dengan jalan kaki?
Tak ada harapan, tak ada orang di rumah yang bisa dimintai tolong untuk menjemput, akhirnya saya dan beberapa teman jalan kaki. Di sepanjang jalan kami bertemu dengan orang-orang yang jalan kaki juga, maka lama kelamaan kami seperti rombongan gerak jalan sore. Jadilah sore itu saya tetap bahagia meskipun penteyotan jalan kaki dengan perut yang besar. Kalau banyak teman seperti itu kesusahan memang terasa indah saja.
Tiba di Cicaheum kondisinya sama, supir-supir angkot di sana juga demo dan mogok beroperasi, jalanan lengang karena sepi angkot, maka lanjutlah perjalanan saya sampai ke Sukamiskin. Sambil berjalan saya tak henti-hentinya mengelus-elus perut saya yang saya rasa tak menemukan gerakannya, mungkin karena saya jalan kaki, jadi dia nyenyak di dalam sana karena serasa digendong.
Saat tiba di jalan menuju rumah, saya sudah hampir kehabisan nafas, saya harus naik ojek karena meskipun jarak dari jalan Pasir Impun itu ke rumah ibu saya hanya sekitar 600 meter, namun jalanannya menanjak, persis seperti naik gunung. Namun ternyata ojek sedang laris manis, karena tak satupun ojek yang sedang nangkring. Adzan Maghrib sudah berkumandang, memaksa saya untuk melanjutkan langkah kembali. Meski nafas sudah satu dua, akhirnya tiba juga saya ke rumah meski rasanya sudah mau pingsan saja.
Keesokan harinya saya merasa perut kram dan tegang, namun saya tidak bilang pada kedua orang tua saya dan suami. Suami saya menengok seminggu sekali ke Bandung karena tugasnya di Jakarta. Dari yang saya baca, ketegangan itu hal biasa, tidak usah dirisaukan, apalagi setelah beraktivitas seperti yang kulakukan pada hari Jumat kemarin, yaitu jalan kaki dari kampus ke rumah.
Ternyata ketegangan di perut saya berlanjut sampai hari Minggu sekitar jam 11-an malam, yaitu rasa mulas seperti segugut, rasa sakit tatkala mestruasi di hari pertama. Saya tidak mengabarkan hal itu pada siapapun karena saya belum menemukan bercak darah.
Dan akhirnya pada hari Senin sore lahirlah cahaya mata kami itu, dengan sangat lancar dan tidak bertele-tele. Dokter bilang hal itu disebabkan oleh ibu dan bayi yang sehat dan aktivitas ibu selama hamil, ibu dokternya tidak tahu kalau si ibu baru saja jalan kaki berkilo-kilo meter tiga hari sebelumnya.  
setelah lahir tumbuh sehat

sekarang sudah gadis

bisa gantian asuh adik bayi

Sekarang putriku itu sudah gadis, sudah mau masuk SMA dan sudah bisa bantu saya mengasuh adiknya yang sudah 6 bulan sekarang ini.

11 komentar:

  1. Wah...enak ya Mbak punya anak gadis, sudah bisa menjadi asisten bundanya ya sekarang ini....

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya Mbak kalau sudah besar sudah enak, bisa bantu saya ini itu

      Hapus
  2. Mba,..issh keren banget sih 6...saya 2 saja gempor hahahaha mana stok sabar nipis melulu...

    mesti belajar banyak nih.... Btw berapa tahun jaraknya? keren iih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Walah masak stok sabar bisa menipis, Mbak hehehe bisa aja, justru tiap hari nyetok terus sama kelakuan anak-anak hihihi.
      Jarak dari anak pertama sampai ketiga 2 tahun, kebetulan mereka lahir persis di bulan yang sama. Kalau dari yang ketiga ke anak keempat jaraknya 6 tahun

      Hapus
  3. Sudah bisa bantu mengasuh sang adik, nanti juga bantu masak di dapur membuat menu spesial untuk keluarga :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Ustad, memang sudah bisa bantu masak dan belanja ke pasar, alhamdulillah

      Hapus
  4. wah..bayangin hamil muda gak makan nasi bisa ya mak..heheheh..sekarang 6 anaknya, hebat maaakkk..salut.. :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener Mbak, aduh kalo inget pas nggak bisa kemasukan makanan pas morning sickness tu emang bikin kapok hamil. Tapinya kapok-kapok lombok, biar kapok juga anaknya 6 hehehe

      Hapus
  5. Nasib-nasiban ya mbak... Saya dulu juga kecapekan menjelang HPL, tapi jadinya malah keguguran.. :'( Pas baca tadi, saya sempat dag dig dug waktu mbak bilang perut tegang, syukur alhamdulillah malah anaknya lahir dengan lancar, dan udah besar pula sekarang. Cantiiiik ^^ Pinter ngasuh adik bayi lagi. :D

    Salam kenal ya mbak Rini... Ini kunjungan perdana saya nih... ^^

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya Mbak rizki-rizkian, ya Allah padahal sudah dekat HPL bisa keguguran juga ya Mbak? Kirain kalo udah hamil tua tu udah aman

      Hapus
  6. wah...deg2an saya mbacanya...nanjak, perut gede, aduh...
    dulu saya naik motor pas hamil dah sembilan bulan aja rasanya perut dah geyal geyol gitu mbak.

    BalasHapus