Minggu, 22 Oktober 2017

Poligami? Berani?

Salah seorang tema saya sekitar 4 atau 5 tahun yang lalu menginginkan suaminya menikah lagi, bahkan dia sendiri yang mencarikan calon istri untuk suaminya. Sang suami sempat berkali-kali tidak mau dengan mengatakan belum siap, namun istrinya memaksa. Memangnya ada apa sih kok menyuruh suaminya nikah lagi? Padahak mereka keluarga bahagia lho, lengkap dengan ketujuh anaknya. Tapi teman saya ini keukeuh dengan kemauannya.
"Saya takut cinta saya ke suami melebihi cinta sama Allah dan Rasulullah. Kalau masih belum poligami saya gak bisa ngukur sejauh apa cinta saya ke suami dan sependek apa cinta sama sama Allah dan Rasul." Begitu ucapnya berulang-ulang. Alasan yang sungguh begitu menyulitkan suaminya untuk menolak.
Setelah suaminya menikah lagi, teman saya dan adik madunya itu kemana-mana berdua, ke pasar, masak, mengantar anak sekolah dan lain-lain dilakukan berdua. Teman saya itu bahkan sampai mengajari adik madunya semua kebiasaan suami, kesukaan suami sampai cara memijat yang disukai suaminya. Pokoknya kita yang melihat iri banget dibuatnya.
Sampai akhirnya adik madunya hamil, mulailah hatinya terasa sakit.
"Gak sanggup aku rasanya, gak sanggup," curhatnya pada kami.
"Yang sakit itu nafsu, terus lawan...lawan...sampai nafsu gak lagi menguasai," nasehat salah seorang dari kami.
Tak lama kemudian teman saya itu memberi kabar kalau dirinya hamil anak kedelapan padahal sebelumnya dia memastikan tidak akan berencana punya anak lagi setelah bungsunya lahir.
"Kehamilan ini membuat saya tenang, suami juga berimbang perhatiannya," ujarnya.
"Yang sakit itu sebenarnya nafsu, hamil lagi bukan solusi, yang penting kamu bisa melawan nafsumu itu, jihad yang paling besar melawan nafsu. Didiklah nafsumu itu, kalau terasa sakit, lawan! Minta bantuan Allah." Nasehat teman saya yang mendengar curhatannya. Oh iya, teman saya yang menasehati ini sudah memiliki 3 adik madu, dan sebelum kehidupannya aman damai seperti sekarang, mereka juga pernah mengalami huru-hara poligami.
Mendengar nasehat itu pecahlah tangisan teman saya yang baru poligami itu.
"Ternyata saya cemen, saya gak sekuat dugaan saya sendiri, saya belum kenal diri saya sendiri," ujarnya sesenggukan.
"Didik lagi, nafsu itulah yang membuat sakit, mujahadah lagi, lagi, lagi sampai kita mati." Nasehat itu semakin membuat teman saya meraung.
Mendidik nafsu memang bukan perkara mudah. Nafsu bukan untuk dihilangkan, tapi dididik. Kalau hilang, bagaimana kita ada selera makan? Bagaimana kita bisa memandang indah segala sesuatu yang cantik? Lawan nafsu kalau dia sudah mengajak pada kejahatan, karena sifat nafsu memang selaku mengajak pada kejahatan. Nafsu dan syetan selalu bekerja sama memperebutkan hati kita. Hati jadi rebutan malaikat dan syetan yang dibantu oleh nafsu.
Ending teman saya itu bagaimana? Setelah sempat huru-hara sampai pernah tidak serumah dengan adik madunya. Sekarang mereka hidup damai lagi dengan 8 anak dan tambah 2 anak dari adik madu. Hanya saja ada 1 kalimat dari suaminya yang selalu saya ingat yaitu : subhanallah setelah dimadu, istri saya yang manis dan baik hati ibarat kucing  persia berubah jadi garang seperti macan buas. Syukurlah sekarang sudah jadi kucing manis lagi, bahkan melesat jauh lebih baik dari sebelumnya, ibadahnya, perilakunya, nafsunya terdidik.
Poligami? Berani?
#ODOPOKT19

6 komentar:

  1. Ha? nyuruh suami poligami...?
    Saya nggak berani, kalau dia poligami, lebih baik saya yang pergi :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aneh ya Mbak kedengerannya? Tapi gak aneh kok buat temanku mah😉 Yah, kalau suami mau poligami karena keinginan sendiri mah tinggalin aja Mbak hehe😅

      Hapus
  2. Memang berat ya.. tapi bayarannya luar biasa dari Allah.. mendidik nafsu memang bukan sesuatu yang mudah dilakukan...padahal itu penting sekali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya bener Teh, kan nafsu yang gak terdidik mah bisa membawa kita ke neraka, ngeriiii😵

      Hapus